Semarang, 20 Juni 2025 – Usai dari Kota Pahlawan, Sewon Screening 11 kembali melanjutkan program pemutaran roadshownya dan bertandang yang kedua kalinya di Kota Lama, Semarang. Dalam program Layar Tandang Semarang ini, Sewon Screening berkolaborasi dengan Sineroom, yaitu sebuah komunitas kolektif sinema alternatif berbasis di semarang, yang berfokus pada kegiatan eksibisi dan apresiasi film. Lalu berkolaborasi juga dengan Tekodeko dan Rumah Pohan yang tengah merayakan ulang tahun satu dekadenya. Merekalah yang memfasilitasi venue untuk penyelenggaran pemutaran program ini. Dan yang spesial, Layar Indonesiana turut berkolaborasi dan mensponsori program ini. Mereka menghadirkan kegiatan Ngobrol Bahas Sinema (NGOBRAS) yang mengulik-ulik seputar ide atau gagasan yang ingin didaftarkan pada Kompetisi Produksi Film Pendek Layar Indonesiana 2025.
“Layar tandang merupakan suatu program yang terfokuskan pada berkomunikasi, berjejaring dengan temen-temen di daerah-daerah. Nah, untuk Semarang kami memilih untuk menjadi salah satu tempat bertandang. Kalau misal dibilang pulang, itu sebenarnya kadang-kadang dari kita ingin berkomunikasi, ingin sharing, ingin mengetahui apa sih yang sedang happening di daerah-daerah tertentu,” ujar Hatim Hidayat selaku Festival Manager Sewon Screening 11 pada pembukaan program Layar Tandang Semarang ini. Hatim sekilas juga menginformasikan mengenai program Forum Komunitas dan Sewon Short Film Fund, yang terbuka bagi para komunitas film, untuk bergabung dan berkolaborasi dengan Sewon Screening 11 di program main event nantinya.
“Rasanya, Sineroom sudah lama sekali tidak memutar film, dan ini menjadi pemutaran pertama kami di tahun 2025. Dan hari ini, pemutaran ini, merupakan rangkaian dari kolaborasi dari kita. Dan kebetulan, Sewon Screening ini kan menginjak tahun ke sebelas, dan hari ini Tekodeko juga menginjak tahun ke sepuluh-nya. Alhamdulillah bulan depan, Sineroom tercatat sepuluh tahun. Jadi ini sebagai bentuk bagian dari resistance kita, dimana ternyata teman-teman Sewon yang mengajak Sineroom berkolaborasi di layar tandang ini, di tahun yang tema besarnya sama, 10 dan 11 tahun kita bertahan di dalam sinema alternatif,” tutur Ardian Agil selaku perwakilan dari Sineroom.
Siasat Senyap Menggertak!
Sebelum pemutaran film dimulai, seperti biasa moderator melakukan cek ombak jargon Sewon Screening 11 terlebih dahulu, mengajak seluruh penonton yang hadir. “Sewon Screening 11, Angin Segar Dekade Baru!” Kemudian ada Dimas Putro selaku programmer, membacakan catatan program pemutaran yang kali ini mengusung nama Siasat Senyap Menggertak. Setelahnya lampu ruangan dimatikan, diputarlah teaser Sewon Screening. Lalu dilanjutkan dengan pemutaran keempat film, diantaranya ada ‘Pelabuhan Berkabut’ (2024) dari Layar Indonesiana, ‘Hari yang Menyenangkan’ (2018) dan ‘Dulhaji Dolena’ (2020) dari Sewon Screening, serta ‘Shinta Dating His Beloved Shinta’ (2024) dari Sineroom.
“Dari melihat keempat film itu, temanya itu mengangkat soal duka, dan jika ditarik-tarik benang merahnya itu juga terkait respon mereka, merespon keadaan mereka, ada keberanian dari menghadapi sesuatu yang tidak pasti. Jadi tokoh di masing-masing film itu menghadapi duka yang berbeda, tapi dibalik duka itu mereka ada keberanian untuk mengambil keputusan melawan dukanya, meski mereka tidak tau keputusan itu mengarah ke suatu hal yang baik atau buruk,” ungkap Dimas saat ditanyai alasan nama program Siasat Senyap Menggertak ini.
“Film-film itu dipilih, diutamakan yang relate dengan lokasi kita layar tandangnya di Semarang. Kemudian yang kedua, pasti resistance. Yang ketiga, itu menurut hasil dari diskusi kita kemarin, film-film ini ada yang ringan, ada juga yang berat. Karena ini sifatnya adalah screening terbuka, maka kita pilih film-film yang tidak terlalu berat dan tidak terlalu panjang durasinya untuk ditonton, tapi diskusi-able dan juga bisa membuka ruang untuk orang-orang bertanya terkait film-filmnya,” imbuh Daru Mutia selaku programmer pemutaran ini juga.
Ngobrol Bahas Sinema Bareng Anggi Noen dan Para Filmmaker
Sesi diskusi setelah pemutaran film pun dimulai dan dipandu oleh Ardian Agil. Ada Yosep Anggi Noen selaku perwakilan dari Layar Indonesiana yang menjadi mentor Haris Yulianto selaku sutradara dari film ‘Pelabuhan Berkabut’. Lalu ada Hasan Faizal selaku produser dari film ‘Shinta Dating His Beloved Shinta’. Dan ada Rizal Hanun selaku sutradara, penulis, dan produser dari film ‘Hari yang Menyenangkan’, satu-satunya filmmaker yang hadir diskusi secara virtual malam ini.
Haris memaparkan bahwa dirinya membuat film ‘Pelabuhan Berkabut’ berangkat dari peristiwa yang terjadi di lingkungannya, yaitu perihal peristiwa gas beracun di pelabuhan di wilayah Semarang Utara yang juga memiliki angka stunting yang tinggi, serta sulitnya akses untuk memancing ikan di pelabuhan. Dua hal itu kemudian dikembangkan dan diolah oleh Haris di dalam naskahnya hingga menjadi sebuah narasi dystopia. Lalu Hasan mengungkapkan bahwa film ‘Shinta Dating His Beloved Shinta’ memasukkan unsur wayang di dalamnya. Hasan dan para rekannya melakukan riset lagi mengenai ceritanya. Menurut mereka, tidak fair dalm mem-vilain-kan sosok Rahwana di cerita aslinya. Sementara Rizal yang berangkat dari tugas kuliahnya, membuat film ‘Hari yang Menyenangkan’ dengan mengangkat isu yang sangat dekat dengannya yaitu kisah saudaranya sendiri yang hidup dalam kondisi struggle, sering berkorban untuk adiknya dalam hal apapun. Dari situ ia mengadopsinya, membuat dinamika hubungan karakter kakak dan adik dalam filmnya sedemikian rupa.
Ketiganya juga menceritakan bagaimana pengalaman proses kreatif masing-masing dalam pembuatan film itu bisa terwujud, baik dari segi pendanaannya dan juga kerja timnya. Haris yang mendapatkan pendanaan produksi dari Layar Indonesiana, Hasan dari Semarang Gawe Film, dan Rizal yang iuran dengan teman-temanya karena produksi itu tugas dari kampus. Haris yang awalnya pesimis apakah naskahnya bisa cukup kuat untuk menerima pendanaan, sehingga dirinya berusaha membuat proposal dan sampelnya di berbagai genre. Hingga akhirnya proposalnya lolos ke beberapa tahap di Layar Indonesiana, semuanya berjalan lancar, dan mendapatkan dukungan riset untuk filmnya. Haris juga mencoba mengetuk ke beberapa vendor yang sekiranya mau berkolaborasi dengan cerita filmnya, dan ada beberapa yang tertarik. Narasi filmnya pun terjaga dari awal hingga akhir. Selain itu, Hasan pun juga mencari pendanaan untuk filmnya, ia mengungkapkan beratnya membuat film jika hanya dari dana teman-temannya saja. Rizal juga dalam prosesnya menginisiasi bekerja sama dengan teman-temannya, membuat film dengan apapun yang dipunya, karena terbatasnya dana.
Anggi Noen pun mengungkapkan bahwa zaman dulu belum ada funding, sama seperti Rizal, membuat karya film dengan apapun yang dimiliki. Tapi kini, sudah banyak inisiasi-inisiasi pendanaan kepada para pembuat film untuk mengirim proposal ke institusi ataupun pemerintah. Salah satu contohnya ada Layar Indonesiana, yang menghadirkan program pendanaan film yang terbuka bagi seluruh filmmaker di Indonesia. Tahun lalu, Anggi Noen menjadi mentor Haris Yulianto selama proses pembuatan film ‘Pelabuhan Berkabut’. Mereka mengobrol perihal film, naskah, referensi, dan proses produksi. Para penonton yang hadir benar-benar memanfaatkan sesi diskusi ini, mereka mengajukan beragam pertanyaan kepada Anggi Noen. Mereka menunjukkan ketertarikan untuk mengikuti Kompetisi Produksi Film Pendek Layar Indonesiana 2025. Anggi Noen mengajak para filmmaker untuk membuka diri, membuka mata, dan memekakakan diri dengan apa-apa yang terjadi di sekitar kita. Sebab, ada kekuatan dari cerita-cerita kecil di dalamnya. “Bikin proposal dari hati, apa yang benar-benar ingin kamu ceritakan. Yang penting, idenya menarik dulu,” tutur Anggi Noen.
Fancy, Proper, Ngena, dan Menarik!
“Keren banget ya, mewah. Karena sebelumnya pernah ngehadirin acara-acara screening itu belum ada yang semewah ini. Kayak fancy gitu, terus tertata rapi juga, lebih profesional lah,” ujar Syair Adharian salah satu mahasiswa dari Kronik Filmedia Universitas Diponegoro saat ditanyai kesannya terhadap program Layar Tandang Semarang ini. Adharian mengatakan bahwa dirinya sudah tahu Sewon Screening sebelumnya, tetapi ia baru pertama kali mengikuti programnya di Layar Tandang ini. ‘Pelabuhan Berkabut’ menjadi film favoritnya. Menurutnya, film itu sangat keren karena bisa menciptakan dystopia, hal itu mematahkan opininya bila di Indonesia environment-nya masih kurang, tetapi ternyata tidak.
“Walaupun tempatnya nggak terlalu besar, tapi terasa proper banget. Sebelumnya pernah ikut screeningan di tempat ini, tapi rasanya feel-nya lebih beda di hari ini,” kesan Fikri Achmad Arminto, salah satu mahasiswa Film dan Televisi Universitas Dian Nuswantoro, yang turut hadir pada program ini. Kebetulan juga dirinya satu almamater dengan Haris Yulianto, sama-sama alumni dari SMK Negeri 4 Semarang. Sama seperti Adharian, ini baru pertama kalinya Fikri mengikuti program Sewon Screening di Layar Tandang Semarang. ‘Pelabuhan Berkabut’ juga menjadi film favorit Fikri, terlepas dari Haris yang merupakan alumni dari SMK-nya. Fikri mengaku bahwa ia tidak expect, ternyata bisa ya membuat cerita yang skalanya se-fantasi itu untuk film Semarang.
“Saya jadi tahu film-film pendek yang datang dari mahasiswa,” ujar Erida salah satu penonton yang hadir dari kolaborator kita yaitu Sineroom. Erida mengaku baru pertama kali tahu Sewon Screening lewat acara perayaan anniversary satu dekadenya Tekodeko. ‘Dulhaji Dolena’ menjadi film yang paling ngena bagi Erida, sebab filmnya relate dan ringan sekali.
“Sangat bagus sekali. Saya sebagai orang awam, ini menjadi wadah yang memberikan banyak wawasan dan input-input yang menarik bagi anak-anak, terutama yang ingin menggeluti dunia film. Awalnya yang tidak tahu, di sini jadi tahu apa yang harus dilakukan, apa yang harus digali” ujar Endang Pristiani, salah satu ibu-ibu dari Semarang yang baru pertama kali tahu dan mengikuti Sewon Screening. Kebetulan Bu Endang di sini menemani anaknya yang suka mengikuti event-event serupa. Menurutnya, itu dapat menambah pengalaman dan wawasan bagi anaknya. ‘Pelabuhan Berkabut’ menjadi film favorit Bu Endang, sebab beliau bisa ikut berpikir, mencari tahu cerita filmnya mau dibawa ke mana, ending filmnya tidak terduga olehnya.
Tercatat, ada sekitar seratus-an penonton yang hadir dan ikut berdiskusi dalam program Layar Tandang Semarang ini. Baik itu para mahasiswa, komunitas film, dan penonton setempat. Mereka benar-benar memenuhi venue malam itu. Bahkan ada beberapa yang menonton dari balik jendela di koridor samping ruang venue. Terima kasih kepada seluruh kolaborator dan teman-teman yang sudah hadir. Kita telah bersenang-senang bersama, mengobrol, dan berjejaring. Usai sudah Layar Tandang Semarang ini, dua kota sudah terpenuhi. Tapi, masih ada satu lagi, Sewon Screening akan segera bertandang ke Kota Lautan Api alias Bandung. Pantau terus informasi selanjutnya hanya di website dan akun sosial media Sewon Screening.
Oleh Majesti Anisa
Editor Satya Din Muhammad
Penerjemah Debytha Nela Mv.
1 komentar untuk “Ruang Nonton, Ruang Ngobrol Santai—Pemutaran Alternatif di Kota Lama Semarang”
kerennn ☝🏻😉