Pertemuan pertama Kelas Bunga Matahari – Mengasah Kritik Film di Era Media Baru
- Debytha Nela Marindo Viola
Kelas Bunga Matahari merupakan program pendidikan non-pemutaran dari Sewon Screening yang konsisten hadir dari masa ke masa sebagai ruang eksklusif bagi peserta untuk mengasah kemampuan bertanggung jawab terhadap karya kritik, mengembangkan cara berpikir kritis dalam menganalisis film, sekaligus memahami strategi mendistribusikan karya kritiknya. Dengan mengusung tema baru “Kritik Kritis Tepat Guna, TikTok Media Baru” Dimulai sejak pra-event secara daring pada 15–17 September 2025, Kelas Bunga Matahari kini berlanjut ke pertemuan tatap muka. Program ini resmi dimulai kembali pada 23–25 September 2025. Kelas perdana berlangsung pada Selasa, 23 September 2025, pukul 07.00–15.00 WIB di Ruang Teater Animasi, Fakultas Seni Media Rekam, ISI Yogyakarta. Suasana kelas berjalan penuh diskusi menarik antara pemateri dan peserta. Pemateri kelas kali ini diisi oleh Catra Wardhana yang merupakan pemenang Sayembara Menulis Kritik Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2023, selain itu ia juga seorang content creator.
Program Kelas Bunga Matahari hadir kembali sebagai ruang belajar kritik film yang membahas tentang media baru, yang juga memperdalam kemampuan peserta dalam menyusun argumen kritis. Tahun ini, media baru yang dijadikan fokus adalah TikTok, sebuah platform yang kian populer sebagai ruang perbincangan film. Program ini menghadirkan pemateri berkompeten di bidangnya untuk memberikan pengetahuan mendalam mengenai praktik kritik film dalam lingkup yang lebih luas serta relevan dengan perkembangan media digital saat ini. Harapannya, peserta mampu menghasilkan kritik yang tajam, tepat guna, dan dapat memanfaatkan platform baru seperti TikTok untuk memperluas jangkauan, membangun diskursus yang sehat, serta memberi kontribusi nyata bagi ekosistem perfilman Indonesia.
Sebelum sesi tatap muka, peserta telah mengikuti pra-event selama tiga hari secara daring bersama Reza Mardian. Dalam kelas tersebut, materi lebih banyak membahas aspek teknis TikTok, mulai dari algoritma, strategi hook, hingga cara memanfaatkan pola interaksi khas platform tersebut. “Yang online kemarin beneran ngasih materi. Terus sebelum acara hari ini, mereka juga ditugaskan untuk menulis, dan hasil tulisannya kami bahas bareng-bareng,” jelas Catra Wardhana.
Memasuki sesi luring di Ruang Teater Animasi ISI Yogyakarta, suasana kelas terasa berbeda. Jika dalam sesi daring peserta cenderung pasif, kali ini interaksi antara pemateri dan peserta berlangsung lebih hidup. Diskusi berjalan dua arah, dengan peserta aktif memberikan tanggapan sekaligus mempertahankan argumennya.
“Hari ini spesifiknya diskusi tentang tulisan yang sudah mereka buat. Jadi, TikTok agak dikesampingkan dulu, karena kita membicarakan hal yang lebih mendasar, seperti bagaimana membangun argumen dalam kritik film, serta cara membuktikan argumen tersebut lewat analisis,” tutur Catra Wardhana.
Ia juga menambahkan bahwa sebagian besar peserta sudah memiliki dasar yang cukup kuat dalam menulis kritik. “Mereka bukan yang benar-benar mentah. Mereka sudah tahu apa yang ingin mereka sampaikan, dan bisa menuliskannya. Tinggal bagaimana mengasah lagi agar argumen mereka lebih tajam, lebih menarik, dan enak dibaca,” lanjutnya.
Sesi berikutnya dari Kelas Bunga Matahari masih akan diisi dengan materi tambahan, namun fokus utamanya tetap pada diskusi langsung. Pemateri dan peserta saling bertukar pandangan, memberi umpan balik, sekaligus menguji ketajaman kritik yang telah mereka bangun.
Selain dari pemateri, salah satu peserta, Yunita Rinta, yang datang dari Bandung, membagikan pengalamannya mengikuti Kelas Bunga Matahari.
“Aku sebenarnya dari media, namanya Living Society Media. Kalau waktu pre-event, karena online jadi kurang ekspresif. Kalau sekarang jauh lebih seru, lebih rame, bonding-nya juga lebih enak,” ungkap Yunita.
Kedekatan Yunita dengan dunia film tidak lepas dari lingkungannya. Ia bercerita bahwa sebelumnya ia memiliki teman yang aktif memprogram acara film di Bandung, yang juga pernah menjadi peserta di Kelas Bunga Matahari di Sewon Screening. “Karena banyak yang belajar di sini, aku pikir kenapa nggak ikutan juga. Ternyata sesuai ekspektasi,” tambahnya.
Namun, ada hal baru yang menurutnya membedakan kelas ini dengan pengalaman sebelumnya. Jika biasanya ia mendengar kritik film diolah menjadi tulisan akademis atau berbentuk esai untuk kepentingan industri, kali ini pendekatannya terasa lebih santai dan relevan dengan latar belakangnya di media. “Sekarang jauh lebih casual, jauh lebih relate juga sama latar belakangku,” jelasnya.
Yunita juga menantikan sesi berikutnya, di mana peserta akan ditantang membuat konten berbasis media baru. Yang pada akhirnya Yunita bersemangat untuk pertemuan keduanya, karena lewat Kelas Bunga Matahari, keterampilannya semakin terasah membaik.
Oleh Debytha Nela Marindo Viola
Editor Satya Din Muhammad
Penerjemah Debytha Nela Marindo Viola
Komentar • 0
Tulis komentar kamu
Komentar • 0