Dunia animasi cerah warna-warni yang biasa dinikmati anak-anak, tiba-tiba berubah menjadi horor yang mencekam. Melalui perpaduan animasi, piksel dan lukisan, film Screen Time karya Yumna Taqiyyah merepresentasikan estetika konten mengganggu yang diakses anak-anak, memantik refleksi bagi para orang tua di seluruh dunia. Dalam film ini, kita diajak mengikuti bocah balita bernama Bobi yang berangkat dari rasa ingin tahu, sampai terpapar konten yang berbahaya. Lebih tepatnya, yang tidak sesuai dengan umurnya. Tanpa ada pengawasan.
Di tengah ritme kehidupan yang serba cepat dan tuntutan yang menghimpit, Para Orang tua memilih Digital Pacifier yang dipercaya ampuh menenangkan si anak. Yang juga dipercaya meringankan kelelahan para banyak Orang tua. Layar yang berkilau menawarkan jeda sejenak dari kekacauan kenyataan, solusi instan untuk menenangkan amukan atau menjadikan ruangan sunyi menjadi lebih hidup.
Dalam film Screen Time ini, Bobi digambarkan telah kecanduan ponsel. Dunianya sepenuhnya terpusat pada layar yang menyala. Klimaksnya terlihat ketika ponselnya dimatikan, Bobi langsung meledak dalam tangisan histeris, sebuah reaksi yang menunjukkan ketergantungan tinggi. Bahkan saat makan pun Bobi tidak bisa lepas dari tontonan video game di ponselnya. Ironisnya, orang tuanya tidak hadir secara penuh untuk membantunya lepas.
Film ini secara brilian memvisualisasikan semua peringatan yang disampaikan oleh para ahli tumbuh kembang anak. Tangisan Bobi saat layar dimatikan adalah gambaran nyata dari kesulitan fokus dan cepat frustasi yang disebabkan oleh stimulasi berlebihan dari layar. Otaknya yang masih rentan telah terbiasa dengan dopamine rush dari video game, sehingga dunia nyata yang pace-nya lebih lambat terasa membosankan dan memicu amarah. Adegan makan sambil menonton juga menyoroti masalah kritikal. Momen makan seharusnya menjadi waktu untuk melatih motorik halus dan yang lebih penting interaksi sosial. Dengan mata yang terpaku pada ponsel, Bobi kehilangan kesempatan untuk merasakan kehangatan keluarga.
Film ini dengan tegas menunjukkan bahwa masalah screen time bukan hanya milik anak, tetapi dimulai dari orang tua. Sang Ayah yang kecanduan judi online adalah model perilaku buruk bagi Bobi. Anak adalah peniru ulung, mereka melihat orang tuanya selalu memegang ponsel dan menganggapnya sebagai hal yang normal dan boleh dilakukan. Upaya untuk membatasi anak akan sia-sia jika orang tua sendiri tidak bisa meletakkan gadget mereka. Modeling is key, dan dalam keluarga Bobi, modeling yang terjadi justru pemodelan ketergantungan pada layar.
Akhir film dimana Ibu menyerah dan memberikan ponsel kembali bukanlah solusi, melainkan kekalahan. Ini menggambarkan easy way out yang sering dipilih orang tua yang lelah dan kewalahan. Alih-alih mencari alternatif atau menerapkan aturan dengan konsisten, keputusannya adalah mengorbankan perkembangan jangka panjang Bobi untuk kedamaian jangka pendek.
Screen Time adalah film animasi yang powerful dan relevan. Film ini mengemas nasihat-nasihat parenting dengan tidak menggurui, menyajikan cermin yang kadang pahit untuk dilihat oleh keluarga masa kini. Ketiadaan resistensi inilah yang menjadi seruan paling kuat film ini bahwa untuk melawan, dibutuhkan kesadaran, konsistensi, dan upaya kolektif dari seluruh anggota keluarga, dimulai dari orang tua. Film ini mengingatkan kita bahwa yang dibutuhkan anak bukanlah video edukatif atau animasi lucu, tetapi kehadiran orang tua yang penuh perhatian. Interaksi langsung seperti menatap wajah, mendengar percakapan, dan merespons emosi adalah nutrisi otak yang tidak bisa digantikan oleh layar manapun. Kisah Bobi ini menjadi seruan untuk menciptakan aturan screen time dalam keluarga, mengurangi penggunaan gadget di depan anak, dan yang terpenting, memilih untuk terlibat dalam dunia nyata yang jauh lebih kaya untuk tumbuh kembang anak.
Film Screen Time akan tayang pada program Layar Utama 1 : Suluk Masa Sewon Screening 11.
Oleh Majesti Anisa
Editor Satya Din Muhammad
Penerjemah Debytha Nela M. V.
Komentar • 0
Tulis komentar kamu
Komentar • 0