Spiral (2024): Perubahan Kecil Untuk Hal Baru

Zaman kian berkembang, tuntutan hidup juga semakin kompleks setiap harinya.

Manusia dengan cepat terpaksa beradaptasi, keluar dari zona nyaman miliknya. Terkadang ia diusik, diperintah paksa berlari guna menyamai zaman. Kita beradaptasi, tapi beberapa yang lain memilih untuk tetap diam, memilih bergelung nyaman di zona miliknya sendiri. Itu semua adalah pilihan, memilih untuk tetap diam ataupun beradaptasi. Tidak ada yang benar maupun salah di dua pilihan itu. Manusia memang sering dihadapkan dengan pilihan, sama halnya dengan apa yang tergambar dalam film berjudul “Spiral” ini.

“Spiral” merupakan film drama yang sungguh sederhana yang di dalamnya terdapat makna yang amat dalam. Ini dimulai dengan sepasang suami-istri yang bernama Wawan dan Ida. Mereka memiliki satu kedai makanan yang mana sepi akan pembeli. Penghasilan mereka tak menentu, situasi keuangan mereka berada di ambang krisis. Akan tetapi, dengan keadaan seperti itu Wawan menolak untuk mencari pekerjaan tambahan. Ia hanya mengandalkan uang yang dihasilkan dari toko tempatnya berjualan.

Wawan merasa sulit, pekerjaan sebelumnya yang menjadi tukang parkir sering kali dibubarkan paksa oleh pemerintah setempat. Alih-alih mencari pekerjaan lain, ia malah menyalahkan keadaan dan enggan untuk berubah. Baginya keahliannya hanya disitu saja, apalagi dia malu melihat orang-orang sekarang memakai kostum aneh demi mencari uang.

Narasi dari film ini sangat jujur dan dekat dengan realitas banyak orang. Ini cerminan dari banyak kehidupan yang terjebak dalam satu kebuntuan ekonomi dan mentalitas yang stagnan. Karakter Wawan mengajak kita untuk merenungi bahwa keadaan yang sulit kadang lebih membutuhkan satu perubahan sikap kecil, dibandingkan hanya sekadar keluhan.

Momen-momen selanjutnya terkesan berat, memaksa Wawan untuk menerima keadaan yang ada. Dalam kesendirian ia harus menelan pil pahit, uang mereka sedikit, perekonomian mereka benar-benar di ambang batas. Akan tetapi meski terasa muram, film ini tidak gelap. Karena pada selanjutnya, momen lembut terjadi antara Wawan dan anaknya, tersirat sebuah pengharapan kecil. Wawan memunculkan satu titik balik, ia membuka mata terhadap realitas yang baru. Pekerjaan yang tadinya ia gengsi untuk melakukannya.

Perubahan sering kali dianggap harus yang besar, tapi di film ini perubahan tidak selamanya begitu. Kadang ia hanya cukup dimulai dari keberanian kecil untuk menerima kenyataan yang ada dan setelahnya melangkah sedikit demi sedikit dari sana. Film “Spiral” ini mengingatkan kita bahwa meski hidup terasa berputar-putar seperti kentang spiral yang dijual oleh Wawan, pasti akan selalu ada jalan keluar bagi mereka yang mau mencoba untuk keluar dan bangkit dari zona nyamannya.

Oleh Nazwa Bilqis Salsabila

Editor Satya Din Muhammad

Penerjemah Debytha Nela

Bagikan postingan ini melalui:
Facebook
X
WhatsApp
Telegram
LinkedIn
Komentar • 0

Tulis komentar kamu

Update Terkait

Menu

Arsip

Layanan