Modong: The Art of Having (2019) — Hilanglah Dunia

Perspektif unik dari Diana Fitrianingsih lewat perantara Modong, nampaknya tersirat lebih dari sekedar trauma dan stigma sosial. Meskipun berbeda secara mendayagunakan gangguan jiwa sebagai representatif yang lebih dalam, sebagai penonton, kita diajak untuk menelusuri gejolak emosi yang dialami Modong.

Hampir semua orang merasakan kehilangan. Berbagai cara juga dilakukan sebagai respon atas ketidakberdayaan dan perasaan hampa. Salah satu yang dilakukan Modong ialah merawat Ranting, seolah itu adalah sapinya yang telah hilang. Itu menunjukan betapa rapuhnya kondisi dan mental Modong. Mengingat, ia sangat menjaga ranting itu dengan sepenuh hati.

Tidak hanya itu, sebagai penonton kita diajak menelusuri lebih dalam, terutama pada stigma sosial yang terjadi. Meskipun menjadi sasaran ketidakpahaman dan penghinaan, ia tetap menjalani rutinitasnya dan tetap bertahan menjadi Modong. Ia berhasil mempertahankan otentisitasnya tanpa takut pada stigma yang beredar.

Dengan menciptakan realitasnya sendiri, ia tidak menyerah pada kehampaan, tapi lebih mencari cara untuk mengisi kekosongan itu dengan merawat ranting pohon. Menurut Penulis, tindakan ini adalah bentuk untuk tetap hidup dan ranting sebagai simbol pertahanan terakhirnya.

Bagaimana jika pertahanan terakhirnya menghilang?

Dalam film ini tersirat bahwa bila Ranting-nya menghilang, maka menghilanglah dunianya. Juga orang-orang yang memanfaatkannya, menguasainya, dan mengontrolnya. Hilanglah mereka terasing dalam kehampaan.

Mungkin penafsiran Penulis berbeda dari yang lain, namun emosi dan pesan yang ingin Diana Fitrianingsih bisa tersampaikan dengan baik ke beberapa penonton yang Penulis wawancarai, dan mungkin ke banyak penonton lainnya.

Oleh Satya Din Muhammad

Editor Majesti Anisa

Penerjemah Debytha Nela M. V.

Bagikan postingan ini melalui:
Facebook
X
WhatsApp
Telegram
LinkedIn
Komentar • 0

Tulis komentar kamu

Update Terkait

Menu

Arsip

Layanan