Balik Nama (In The Name of Liong) (2024) – Menuntut untuk Jujur

Film ini menampilkan kedekatan emosional yang kuat di antar lintas generasi. Dengan penggambaran isu yang kuat, juga tampak sering terjadi pada realitas saat ini. Dan tak jarang juga, setiap orang juga berada dalam kondisi Umar, diantara kejujuran atau pragmatisme. Dan sutradara secara jelas ingin penonton merasakan dilema moral yang terjadi pada Umar.

Bagi sebagian orang, berpikir praktis dan fokus pada solusi adalah pilihan yang tepat di zaman sekarang. Namun rasa-rasanya, di film ini mengemas semuanya dalam bentuk seorang anak bernama Umar, yang secara realitas belum waktunya untuk Umar melakukan hal tersebut, yang akhirnya mengorbankan kejujurannya.

Liong sebagai penuntun yang penuh simpati, selalu mengajarkan kebaikan, dan tidak mendikte. Pengenalan mendalam akan karakter Umar juga menjadi penyebab ia pantas untuk dijadikan pendoman bagi Umar. Dan banyak sekali nilai yang bisa diambil dari sikap Liong di film ini.

Roberto Rosendy selaku sutradara, nampaknya ingin menggambarkan realitas yang terjadi sebenarnya. Pemikiran pragmatisme sudah menjalar hingga ke anak yang belum cukup umur. Tentu menjadi permasalahan karena seharusnya anak yang belajar banyak ke generasi atasnya, ketika melihat banyak terjadi pengorbanan moral, maka anak akan hendak melakukannya juga.

Ini bukan tulisan mengenai pola asuh, ini adalah bentuk perlawanan terhadap stigma pragmatisme yang seolah sudah dinormalisasikan di zaman sekarang. Penulis tentu berharap ada banyak Liong-liong lainnya yang siap sedia menuntun dan memberikan pendoman untuk jujur, supaya tidak terjadi kerugian besar yang dialami oleh pihak lainnya.

Ibu dari Umar hampir terkena kerugian besar, selain dari uang yang hendak dipakai Umar. Ibu Umar hampir saja kehilangan kejujuran dari anaknya sendiri. Barangkali kita semua menyadari, sakitnya perasaan Ibu adalah hilangnya nilai-nilai baik pada diri anaknya.

Semoga generasi-generasi selanjutnya tidak lagi teracuni dengan pemikiran praktis sebelum usianya, karena seperti pepatah, berakit-rakit dahulu, berenang-renang ketepian.

Oleh Satya Din Muhammad

Editor Majesti Anisa

Penerjemah Debytha Nela M. V.

Bagikan postingan ini melalui:
Facebook
X
WhatsApp
Telegram
LinkedIn
Komentar • 0

Tulis komentar kamu

Update Terkait

Menu

Arsip

Layanan