Jagat “Bersekat Namun Tak Terikat” (2024) — Dilema Anak Memilih Ibu atau Bapak?
- Majesti Anisa
Sebuah pilihan yang ketika dilontarkan membuat dilema seorang anak, ikut ibu atau bapak? Film Jagat “Bersekat Namun Tak Terikat” karya Nagi Prabasawara Syaputra menempatkan kita langsung di tengah pergulatan emosi, kita bisa melihat keluarga yang perlahan runtuh melalui mata polos Jagat. Film ini mengangkat konflik internal seorang anak yang tengah terjebak dalam perselisihan orang tuanya yang akan bercerai, di mana cinta dan kebencian berbaur menjadi satu, menciptakan gejolak yang memaksanya untuk memilih satu sisi.
Inti film Jagat “Bersekat Namun Tak Terikat” berpusat pada Jagat yang terjebak dalam perselisihan hak asuh. Film ini berhasil menggambarkan kebingungan dan ketakutan seorang anak yang menyaksikan dua orang paling ia cintai saling menjauh dan bertikai. Adegan-adegan pertengkaran Ibu dan Bapak memunculkan pertanyaan besar dalam benak Jagat. Apakah mereka masih saling mencintai? Apakah mereka benar-benar bahagia? Pertanyaan ini menyoroti betapa seringnya anak yang menjadi korban mencoba memahami situasi namun tidak memiliki suara.
Kekuatan film ini terletak pada kemampuannya menampilkan sudut pandang yang berimbang melalui kacamata Jagat. Sang Bapak digambarkan sebagai korban perselingkuhan yang dilakukan Ibu, dengan latar belakang masalah ekonomi sebagai pemicu utama. Rasa sakit, kemarahan, dan ironi yang dirasakan Bapak yang telah berusaha keras namun dianggap tidak cukup, digambarkan dengan sangat manusiawi dan menyentuh. Di sisi lain, sudut pandang sang Ibu, meski terlihat keliru, pilihannya untuk pergi dengan pria lain yang lebih mapan adalah sebuah bentuk pelarian dari tekanan ekonomi, meski dilakukan dengan cara yang menyakitkan. Kebingungan Jagat adalah representasi sempurna dari setiap anak dalam situasi serupa. Ia tidak memihak secara hitam putih, yang ia rasakan adalah kerinduan akan keutuhan keluarga dan ketakutan akan kehilangan.
Jagat menunjukkan resistensi seorang anak yang ingin mempertahankan keluarganya tetap utuh. Keputusannya untuk tinggal bersama Bapak adalah bentuk resistensi utamanya. Jagat menolak untuk mengikuti ibunya yang pergi dengan pria baru, yang meski menjanjikan kemapanan materi, justru menjadi pemicu kehancuran keluarganya. Jagat lebih memilih ikatan emosional cinta pada bapaknya dan rasa kesetiaan, di atas kenyamanan materi. Pilihan Jagat ini adalah perlawanan terhadap situasi yang memaksanya untuk kehilangan. Meski secara fisik telah terpisah dengan Ibu, ikatan emosional, luka, dan kenangan masa lalu tetap membayangi Jagat dan Bapak. Mereka terpisah, tetapi tetap terikat oleh kenangan dan luka bersama.
Secara keseluruhan, film Jagat “Bersekat Namun Tak Terikat” berhasil mengangkat isu klasik perceraian dengan pendekatan yang segar dan penuh empati. Film ini tidak menghakimi, tetapi mengajak kita untuk memahami kompleksitas hubungan keluarga, betapa pahitnya sebuah perpisahan, dan dampaknya pada jiwa seorang anak. Melalui perlawanan Jagat, film ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap perpecahan keluarga, anak adalah pihak yang paling berjuang, bukan untuk menang, tetapi sekadar untuk bertahan.
Film Jagat “Bersekat Namun Tak Terikat” akan tayang pada program Layar Utama 1: Suluk Masa Sewon Screening 11.
Oleh Majesti Anisa
Editor Satya Din Muhammad
Penerjemah Debytha Nela M. V.
Komentar • 0
Tulis komentar kamu
Komentar • 0