Satu hal yang Penulis pahami, ketika narasi secara gamblang menjelaskan bahwa media sosial membuat seseorang berupaya menjadi otentik ialah, semua orang ingin dirasakan keberadaannya. Ini berarti banyak cara yang bisa individu lakukan untuk berusaha mencapainya, termasuk selfie di media sosial.
Ingin terlihat dan ada. Tentunya sebagai individu yang pasti selalu merasa dirinya lebih menarik dan perasaan ingin diakui, membuat potret-potret dalam media sosialnya penuh dengan bentuk luapan pencarian dan eksistensi.
Penulis memahami, siapapun memiliki suara ini, selalu ingin bersuara dan berteriak bahwa dirinya ada. Dan setiap orang menyajikan pandangan berbeda yang tampil di sosial medianya.
Pada film “Click, Post, Exist” karya Gesang Divo Adera ini, menampilkan sudut pandang bahwa selfie dan potret diri adalah cerminan pergulatan eksistensial, di mana setiap jepretan, adalah bagian dari narasi yang terus berkembang.
Dalam konteks film ini, selfie menjadi salah satu cara untuk menciptakan makna. Kenyataannya, tidak ada makna bawaan dari alam, individu harus menciptakannya sendiri. Alih-alih mencari arti dalam dunia yang tidak peduli, lebih baik menegaskan keberadaan dengan menyiratkan dan berkata, “Aku ada dan aku terlihat.”
Penulis berasumsi, ini pemberontakan terhadap keterasingan digital. Dengan membagikan potret diri, seseorang melawan rasa dilupakan dan juga secara aktif membangun narasi serta identitasnya di ruang publik atau media sosial.
Oleh Satya Din Muhammad
Editor Majesti Anisa
Penerjemah Debytha Nela M. V.
Komentar • 0
Tulis komentar kamu
Komentar • 0